Parlemen dan Penangkalan Fenomena Hoaks di Media Sosial

Oleh Ilham Ramadhan Nur Ahmad*
Indonesia pernah dihebohkan dengan isu rush money, isu yang
mengajak masyarakat Indonesia menarik semua uangnya yang berada di bank
BUMN maupun swasta pada 25 November 2016 lalu. Untungnya isu ini
langsung ditepis oleh pemerintah. Menteri Keuangan Sri Mulyani kala itu
langsung memberikan imbauan agar masyarakat tidak mudah terhasut.
Menurutnya, jika sampai terjebak karena isu ini, kestabilan ekonomi dan
politik di Indonesia akan terganggu. Yang paling buruk bisa menyebabkan
krisis moneter seperti yang pernah terjadi di tahun 1997-1998 lalu.
Lalu,
siapakah dalang utama dan penyebar informasi yang bias ini? Apakah motif
dilakukannya hal tersebut? Apa tujuan utama isu ini disebarkan melalui media?
Dan terpengaruhkah masyarakat pada isu tersebut? Dan berbagai pertanyaan lain
yang pada intinya menanyakan, mengapa berbagai isu mudah sekali dipercaya oleh
masyarakat tanpa memastikan kebenaran berita yang sedang dibacanya.
Media sosial kini tidak hanya menjadi media untuk menjalin komunikasi
antara sesama pengguna. Melalui media sosial, informasi disebarluaskan
dengan begitu mudahnya, bahkan terkadang tanpa memedulikan kebenarannya.
Sayangnya, tidak semua orang mampu menyaring dan memilah informasi yang
benar berdasarkan fakta atau riset.
Dengan memasuki abad perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
sekarang ini, sangatlah dibutuhkan kecakapan dalam penggunaan teknologi
dalam berbagai aspek kegiatan. Melalui pemanfaatan TIK, semua kalangan
dapat mengembangkan mutu profesinya, yaitu dengan cara membuka
lebar-lebar terhadap akses ilmu teknologi yang terus berkembang.
Teknologi informasi berkembang sejalan dengan perkembangan teori-teori
dan teknologi komunikasi yang menunjang terhadap praktik di berbagai
kegiatan. Kegiatan berdiskusi merupakan kegiatan yang paling pokok dalam
keseluruhan proses pekerjaan.
Menurut pakar teknologi, Nana Syaodih, sejak dahulu manusia sudah
menggunakan teknologi. Kalau manusia zaman dahulu memecahkan kemiri
dengan batu atau memetik rambutan dengan galah, sesungguhnya manusia
telah menggunakan teknologi, yaitu teknologi sederhana.
Saat ini, segala aspek kehidupan telah berkembang dengan pesatnya,
perkembangan teknologi beriringan pula dengan perkembangan masyarakat
dari tradisional menjadi modern. Secara otomatis perkembangan ini
menuntut masyarakat dapat mengimbangi laju globalisasi. Penyebab utama
yang paling terasa pada perubahan tersebut ada pada aspek teknologi
informasi. Contoh yang paling sederhana tentang hal ini ialah,
komunikasi pada masyarakat tradisional dahulu memerlukan waktu yang
cukup lama, hanya memanfaatkan surat menyurat. Seiring berjalannya
waktu, teknologi komunikasi terus berkembang menjadi faksimile, lalu
telepon, dan sekarang pada tingkatan yang lebih modern dengan beragam
jenis elektronik dan fitur-fitur canggih yang mendominasi.
Dengan
berkembangnya teknologi ini menyebabkan perubahan yang begitu besar pada
kehidupan umat manusia dengan segala peradaban dan kebudayaannya. Perubahan ini
juga memberikan dampak yang begitu besar terhadap transformasi nilai-nilai yang
ada di masyarakat. Khususnya masyarakat dengan budaya dan adat ketimuran
seperti Indonesia. Saat ini, Indonesia begitu besar terpengaruh oleh kemajuan
teknologi informasi, baik masyarakat kota maupun desa. Akibatnya, segala
informasi yang bernilai positif maupun negatif dapat diakses dengan mudah di kalangan
masyarakat. Dampak positifnya ialah kemudahan dalam berkomunikasi dan mudahnya
mendapatkan informasi, sedangkan hal negatif adalah hilangnya budaya yang
dimiliki setiap masyarakat, hilangnya adat istiadat yang dimiliki setiap daerah
dan banyaknya terjadi kasus penipuan.
Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berbunyi,
“Pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik dilandaskan
berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik,
dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi”. Karena hal ini
parlemen dituntut untuk memanfaatkan TIK dengan baik dan berdasarkan
hukum yang berlaku. Jelas bahwa negara pun menyadari betapa teknologi
memiliki dua sisi yang bertolak belakang. Jika dimanfaatkan secara
benar, teknologi akan memberikan banyak manfaat bagi penggunanya.
Sebaliknya, jika digunakan secara salah, teknologi akan memberikan
kerugian pada penggunanya.
Terkait dengan perkembangan teknologi informatika, parlemen di
Indonesia juga harus melakukan peningkatan mutu kerjanya. DPR RI
memiliki tiga fungsi, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan
fungsi pengawasan. Terkait dengan fungsi legislasi, DPR RI memiliki
tugas dan wewenang: menyusun program legislasi nasional (prolegnas),
menyusun dan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU), menerima RUU yang
diajukan oleh DPD, membahas RUU yang diusulkan oleh Presiden atau DPD,
menetapkan UU bersama Presiden, menyetujui atau tidak peraturan
pemerintah pengganti UU untuk ditetapkan manjadi UU. Terkait dengan
fungsi anggaran, DPR RI memiliki tugas dan wewenang: memberikan
persetujuan atas RUU tentang APBN, memperhatikan pertimbangan DPD atas
RUU tentang APBN dan RUU terkait pajak, pendidikan dan agama,
menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara yang disampaikan oleh BPK, memberikan persetujuan
terhadap pemindahtanganan aset negara maupun terhadap perjanjian yang
berdampak luas bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan
negara. Terkait dengan fungsi pengawasan, DPR RI memiliki tugas dan
wewenang: melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN dan
kebijakan pemerintah, membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang
disampaikan oleh DPD (www.dpr.go.id).
Selama ini, kinerja parlemen Indonesia masih jauh dari kata sempurna.
Ada banyak kekurangan dalam pelaksaan tugasnya dari tahun ke tahun.
Menurut CNN Indonesia, DPR dinilai gagal menunjukan perbaikan
kinerja dalam menjalankan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran
selama masa sidang III tahun 2015-2016. Penilaian ini merupakan
kesimpulan dari evaluasi yang dilakukan Forum Masyarakat Peduli Parlemen
Indonesia (Formappi) terhadap kinerja DPR selama 11 Januari hingga 17
Maret 2016.
Berdasarkan peneliti Formappi, I Made Leo Wiratma, mengatakan target
legislasi DPR sangat bombastis. DPR mempertahankan 40 RUU. Tahun 2015,
DPR hanya menorehkan tiga UU. Sidang kali ini DPR telah mengesahkan 4
RUU atau setara dengan 10% dari target RUU yang hendak dicapai. Selain
soal jumlah, prioritas legislasi DPR tak memenuhi kebutuhan bangsa,
terbukti dari rencana merevisi UU KPK yang jelas ditolak publik.
Sejauh ini, fungsi pengawasan DPR masih sangat lemah, bisa dikatakan
seperti karet, artinya semua masalah dicakupkan dalam satu wadah. Maka
dari itu, peran DPR sebagai pengawas harus diperketat agar tidak banyak
korban yang terseret masalah penggunaan media sosial.
Menurut Ketua Masyarakat Indonesia Antihoax, Septiaji Eko Nugroho,
ada beberapa cara untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu hati-hati
dengan judul provokasi, cermati alamat situs, periksa fakta, meneliti
keaslian foto, dan ikut serta grup diskusi antihoaks. Dikarenakan hal
tersebut, para anggota parlemen diharapkan dapat mengembangkan
kemampuannya dalam bidang teknologi informasi untuk meminimalisir
masalah-masalah yang terjadi di dunia maya.
Akibat dari kurangnya pengawasan DPR, menurut The Jakarta Post,
sejak tahun 2008, sebanyak 144 orang telah diproses hukum karena
terjerat UU Informasi dan Transaksi Elektronik, terutama terkait berita
palsu dan ujaran kebencian di media sosial. Hal ini cukup menggambarkan
betapa tingkat literasi masyarakat Indonesia sangat rendah. Masyarakat
dengan mudah percaya pada apa yang dibacanya di media sosial, tanpa
merasa perlu mencari berita penyeimbang, sumber referensi lain, dan
melihat dari sudut pandang yang lain.
Bukankah parlemen memiliki wewenang yang dapat meminimalisir
kerusakan pola hidup akibat penyalahgunaan media sosial? Sehingga untuk
menangani masalah ini, para parlemen dituntut untuk menguasai ilmu
teknologi yang berkembang, dan aktif melakukan sosialisasi melalui media
daring. Parlemen dituntut untuk mampu berkomunikasi atau berbagi
informasi sehat yang dapat mengedukasi masyarakat. Selain itu, parlemen
juga diharapkan mampu bersifat tegas dalam menyikapi masalah pembuatan
dan penyebaran berita hoaks. Artinya, parlemen harus menindaklanjuti
para oknum yang menyebarkan berita hoaks tersebut dengan tanpa pandang
dulu.
Semoga dengan semakin aktifnya kampanye akan penggunaan teknologi
informasi yang dilakukan oleh parlemen yang ada di Indonesia, DPR, akan
menjadikan bangsa ini terbebas dari ancaman-ancaman yang berasal dari
dalam maupun luar. Semoga masyarakat menjadi lebih cerdas dalam
menyeleksi dan menyaring berita yang dibacanya, sehingga kita menjadi
bangsa yang benar-benar dapat memanfaatkan teknologi informasi secara
positif.[]
Editor : Ihan Nurdin
No comments