Bung Tomo Cerminan Kepemimpinan Pemuda Indonesia

Oleh Aulia Saiful Hadi*
Era digitalisasi terus saja melakukan kemajuan di bidang teknologi
dan mengintegrasi kehidupan sosial yang berdampak pada perubahan
mendasar dalam cara hidup manusia. Bahkan banyak anggapan negatif bahwa
perubahan tersebut mampu merusak potensi anak negeri. Para generasi muda
yang disibukkan dengan gawainya, dianggap tidak peka dengan kejadian
atau peristiwa yang sedang terjadi di sekitarnya. Jika demikian benarkah
para pemuda tidak melek sosial dan sejarah? Namun, bagaimana mereka
dapat menjadi pemimpin masa depan? Bukankah di balik laskar legendaris
Indonesia saat pertempuran Surabaya adanya pengobar semangat pertempuran
dari sosok pemuda? Serta bukankah pemuda tersebut mampu memimpin
laskarnya hanya bermodal teknologi sederhana pada masa kolonial yaitu
mikrofon dan pancaran radio?
Tentunya peristiwa itu tidak terjadi semudah itu saja. Pemuda yang
mempunyai semangat yang menyala-nyala itu merupakan cerminan dari
seluruh para pemuda Indonesia. Ia adalah Sutomo dan kerap dipanggil Bung
Tomo. Pemuda ini bukan pemuda yang sekadar bermodal nekat tetapi juga
cerdas dan bersosial tinggi (Sastrodihardjo, 2008). Dia mampu
mengobarkan semangat pera pejuang pertempuran Surabaya atau pertempuran
10 November 1945 dengan berbagai pidatonya melalui radio. Inti setiap
pidatonya ialah mengiyakan sikap pantang menyerah rakyat Indonesia dan
meneriaki semua ucapan yang sama yaitu keberanian melawan tentara asing
dengan bersatu demi tanah air.
Melalui perjuangan Bung Tomo sebagai pemuda Indonesia membuktikan
bahwa setiap generasi muda memiliki jiwa pemimpin dan keunikan sendiri
dalam memimpin. Sehingga berbagai macam tipe kepemimpinan tidak menjadi
suatu tolok ukur keberhasilan para pemimpin, dikarenakan
pendekatan-pendekatan yang dilakukan oleh pemimpin berbeda-beda baik
dari fokus psikologi maupun sosiologi (O’Toole, 2003). Hal ini
membuktikan bahwa kepemimpinan bukanlah suatu hal yang dapat berdiri
sendiri. Melainkan sebuah cara atau proses dalam membangun hubungan agar
mencapai suatu tujuan yang sama seperti halnya Bung Tomo lakukan.
Bahkan yang terpenting dari kapasitas kepemimpinan ialah mampu secara
keseluruhan mengelola semua tindakan dalam organisasi.
Setiap pemimpin juga harus peduli dengan lingkungan
sosialnya. Begitu pula dengan para pemuda, pemimpin Indonesia yang seharusnya
melek akan sosial dan sejarah. Dikarenakan mereka terlahir dari bangsa, suku,
ras, dan daerah yang berbeda-beda. Tentunya hal ini membuat pandangan mereka
lebih luas dan begitu kritis. Namun, satu hal yang menjadi masalah dalam
keberagaman ini yakni keahlian dalam membangun interaksi yang utuh atau public relations skill. Keahlian
komunikasi yang baik sangat diharapkan dimiliki oleh seluruh pemuda Indonesia,
agar mereka dapat menjadi pemimpin bangsa yang baik. Public relations skill memiliki peran penting dalam memfungsikan
kepemimpinan yang baik dikarenakan pemimpin mampu menganalisis masalah yang
dihadapi dengan begitu transparan atau objektif dan mampu mengkomunikasikan
dengan baik ke mana arah perkembangan atau pembaharuan organisasinya (Rumanti, 2005). Dengan demikian, cukup jelas bahwa
tujuan memiliki public relations
skill adalah membantu setiap individu dalam mencapai tujuan organisasinya.
Jika generasi muda telah memiliki keahlian membangun komunikasi
dengan baik, tentunya pemuda juga mampu menyesuaikan diri dengan
zamannya. Hal ini dikarenakan setiap anak terlahir sebagai pemimpin bagi
peradabannya dan fase tumbuh kembangnya merupakan dimensi positif yang
diajarkan oleh orang tuanya (Chatib, 2015). Sudah sepatutnya orang tua
mendidik anak sesuai dengan peradabannya dan pastinya orang tualah yang
lebih mengenal kecenderungan keunikan atau potensi putra putrinya. Serta
setiap hasil dari proses didikan pertama yang generasi muda peroleh
akan terus melekat dalam jiwanya, terutama suatu dimensi kebaikan.
Sehingga dari pranata keluarga yang baik maka akan menciptakan
lingkungan masyarakat yang baik pula dan dari pranata tersebutlah
terlahir para pemimpin terbaik untuk Indonesia.
Terlihat jelas bahwa setiap pemuda mampu menjadi pemimpin yang
efektif bagi dirinya dan lingkungannya. Namun, hal yang sangat
diharapkan oleh setiap pemimpin terutama pemimpin milenial ialah mampu
memperoleh trust (kepercayaan) dari organisasi yang
dipimpinnya. Akan tetapi, untuk membangun iklim kepercayaan yang utuh
dalam organisasi bukanlah hal yang mudah. Dalam memimpin laskar
pertempuran Surabaya, Bung Tomo telah berhasil menciptakan kondisi
kepercayaan yang sangat baik dalam laskar legendarisnya. Keberhasilan
tersebut merupakan hasil dari inteligensi sosialnya yang tinggi yakni
kemampuan menempatkan diri pada suasana tertentu dan menjadi pelopor
langsung dalam mengatasi suasana tersebut (Alder, 2001). Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam membangun kepercayaan dalam tim
diperlukan inteligensi sosial dalam pribadi pemimpin. Dalam kata lain
pemimpin harus mampu berempati, terbuka, jujur, konsisten, dan selalu
menceritakan kepada orang lain hal yang sebenarnya. Sehingga
memungkinkan para anggota bertindak dengan keyakinan penuh bahwa
pemimpin akan bijaksana dalam setiap keputusannya dan tidak akan
seenaknya. Dengan hal ini, para anggota akan lebih rela berkorban
melakukan usaha lebih untuk membantu pemimpin mencapai tujuan
organisasi.
Dengan demikian, seluruh pemuda Indonesia dapat menjadi pemimpin
terbaik bagi negeri dan apa yang sedang ia pimpin. Sebagai pemimpin
terdapat hal yang perlu diingat oleh setiap pemuda yaitu penghargaan
bagi para pemimpin datang dari dalam dirinya sendiri bukan dari anggota
apalagi orang lain. Sebagaimana yang dikatakan oleh Laotzu :
“Menjadi pemimpin
adalah yang terbaik. Ketika orang hampir tidak menyadari bahwa ia ada dan tidak
terlalu baik jika orang mematuhi dan mengelu-elukannya dan sangat buruk jika
mereka membencinya. “Gagal menghormati orang lain, maka mereka tidak akan
menghormati Anda pula?” Namun, untuk pemimpin baik yang sedikit bicara. Ketika
pekerjaannya sudah selesai, tujuannya tercapai. Mereka semua akan mengatakan,
“Kami berhasil melakukannya sendiri.”
Sederhananya Bung Tomo sosok pemuda Indonesia akan selalu dikenang
sebagai pengobar semangat pejuang dan dalam memaknai pertempuran
Surabaya atau pertempuran 10 November 1945 tidak hanya sebagai sebuah
momentum dalam merayakan Hari Pahlawan saja. Melainkan melalui peristiwa
tersebut dapat dimaknai sebagai cara Bung Tomo menjadi pemimpin efektif
dalam memimpin dan mengobarkan semangat laskar pertempuran Surabaya.
Bahkan spesifiknya kepemimpinan Bung Tomo dapat menjadi contoh
kepemimpinan bagi para pemuda Indonesia di masa mendatang. Selamat hari
Pahlawan! Salam Pemuda![]
*Ketua OSIS Sukma Bangsa Pidie 2018-2019 sekaligus pegiat literasi Forum Aceh Menulis (FAMe) Chapter Pidie
Editor : Ihan Nurdin
No comments